Apa Akibat Dari Musim Kemarau Yang Panjang – Kekeringan kemungkinan akan berakhir pada awal November. Namun saat itu sudah muncul siklus panas El Nino yang tidak akan berakhir hingga Maret 2019. Musim kemarau panjang menyelimuti Indonesia tahun ini. Lebih dari separuh wilayah Indonesia mengalami kekeringan yang berdampak pada produksi pertanian. Situasi ini pasti akan mempengaruhi pasokan pangan dalam negeri.

Periode Juni hingga September lalu merupakan puncak musim kemarau tahun 2018. Bahkan, beberapa daerah tidak turun hujan lebih dari 100 hari. Akibatnya, kekeringan melanda sejumlah daerah. Hujan diperkirakan akan turun di beberapa wilayah mulai bulan ini. Lampung, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara merupakan daerah yang paling parah terkena dampak kekeringan. Kekeringan tahun ini diperkirakan berlangsung 20 hingga 30 hari lebih lama dari periode 2015-2017. Lembaga Riset Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kemarau panjang tahun ini bisa mengancam kedaulatan pangan. Saat ini banyak daerah pertanian di Jawa yang mengalami puso atau gagal panen. Padahal, Jawa merupakan food hub yang menyumbang sekitar 60% dari total luas pertanian Indonesia. Kekeringan akan menghasilkan 1 ton bahan pangan, sekarang setengahnya saja, ujarnya di Jakarta, Rabu (10/10).

Apa Akibat Dari Musim Kemarau Yang Panjang

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, kekeringan melanda 11 provinsi, 111 kabupaten/kota, 888 kabupaten, dan 4.053 desa. Sebagian besar memiliki sentra padi dan jagung, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Banten, Lampung dan beberapa provinsi lainnya. Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektar setiap tahun. Kekeringan berpotensi melanda 28 provinsi di Nusantara. Akademisi Fakultas Pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan musim kemarau tahun ini sangat unik. Bagian utara Khatulistiwa tidak mengalami musim kemarau yang berkepanjangan. Bahkan sekarang ini adalah musim hujan. Namun, wilayah selatan Indonesia mengalami musim kemarau yang parah dan panjang. Kekeringan berkepanjangan ini tidak lepas dari pengaruh fenomena alam monsun India. “Indeks monsun India tahun ini lebih kuat. Biasanya 10 m/s, tahun ini mencapai 15 m/s, bahkan ada yang mencapai 17 m/s,” kata pakar agroklimatologi itu. Ia memperkirakan musim kemarau panjang akibat monsun India akan berakhir pada 10 hari pertama November. Masalahnya, pada saat yang sama terjadi siklus panas El Nino yang akan menurunkan intensitas presipitasi. El Nino akan berlangsung pada November 2018 hingga Maret 2019. Periode tersebut merupakan musim tanam hingga panen raya padi pertama kali.

Baca Juga  Mengapa Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mengarah Pada Sektor Pertanian

Masuk Musim Kemarau, Waspada Penyakit Yang Rentan Muncul

Meski musim kemarau, Kementerian Pertanian (Kementan) tetap optimis produksi pangan tahun ini maksimal. Data Ditjen Tanaman Pangan mencatat, lahan pertanian, khususnya lahan yang terkena dampak kekeringan, masih relatif sedikit.

Dibandingkan dengan luas tanam tahun 2018 pada periode Januari-Agustus sebesar 10.079.475 hektar, hanya 1,34% atau 135.226 hektar yang terkena dampak kekeringan. “Termasuk yang terkena puso atau gagal panen hanya 0,26% atau 26.438 hektare dari total lahan tertanam,” kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto.

Di Provinsi Jawa Barat, beberapa daerah pertanian mengalami gagal panen akibat kekeringan. Sejak awal musim kemarau April lalu, total lahan puso di Jawa Barat mencapai 6.449 hektar hingga saat ini. Sedangkan rusak ringan 11.425 hektare, rusak sedang 4.852 hektare, dan rusak berat 3.254 hektare. “Jadi total lahan yang terkena dampak kekeringan termasuk di desa mencapai 25.862 hektare,” kata Kepala Dinas Pertanian Jabar Hendi Jatnika.

Namun, target produksi padi Jabar tahun ini masih bisa dikatakan aman karena total lahan pusos hanya 2% dari total lahan siap panen yang mencapai lebih dari 240.000 hektare. Sejak September hingga awal Oktober, masih ada petani yang berhasil membajak sawahnya.

Kementerian Komunikasi Dan Informatika

Menurut Gatot, faktor utama penyebab kekeringan adalah penurunan curah hujan. Berdasarkan data BMKG, pada Juni-Agustus 2018 terjadi penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun lalu yang lebih tidak menentu. Penurunan terbesar terjadi pada Agustus 2018 sebesar 32,21 milimeter (mm) per hari, sedangkan pada Agustus 2017 sebesar 138,47 mm per hari.

Pemerintah juga telah mengantisipasi dampak kekeringan dan puso karena kekeringan merupakan fenomena iklim yang terus terjadi setiap tahun. Gatot meyakini potensi lahan terdampak kekeringan seluas 135.226 hektar masih bisa dikurangi selama masih ada air di sekitar lokasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kekeringan dan mencegah penurunan produksi petani dengan menjaga ketersediaan air yang cukup.

Dalam jangka pendek, Kementerian Pertanian akan membangun sumur air dalam dan memompa air sungai di daerah-daerah potensial. Selain itu, penyediaan bibit unggul tahan kekeringan, pengaturan pola tanam, meminimalisir resiko kekeringan, pemberian asuransi pertanian dan promosi penanaman di rawa, rawa dan dataran pasang surut.

Selanjutnya, program peningkatan irigasi, bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), pembangunan tambak, pembangunan sistem air mikro di rawa dan daerah pasang surut, serta bantuan bibit tahan kekeringan. Puluhan infrastruktur besar berupa bendungan juga sedang dibangun di berbagai daerah.

Baca Juga  Apa Yang Dimaksud Dengan Kartun

Teknologi Untuk Antisipasi Dampak Kemarau

Menteri Pertanian Amran Sulaiman memerintahkan seluruh jajarannya turun tangan untuk meyakinkan para petani. “Kami berkomitmen untuk membantu petani menemukan sumber air, melindungi tanamannya dan dapat melanjutkan panen,” kata Kepala Biro Humas dan Informasi Masyarakat Kementerian Pertanian Kuntoro Andri Boga. Kementerian Pertanian telah mengirimkan tim khusus. untuk tempat pengeringan di sentra produksi padi.

Asumsi bahwa musim kemarau sepanjang tahun tidak akan mengganggu produksi pertanian merupakan salah satu keyakinan bahwa produksi pangan akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kepala Badan Keamanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi memastikan pemerintah pusat tidak akan mengimpor pangan. “Pemerintah tidak akan impor pangan,” kata Agung di sela-sela acara panen jagung di Desa Kakatpenjalin, Kecamatan Ngimbang, Lamongan, seperti dikutip kompas.com, Kamis (11/10).

Untuk wilayah Lamongan, produksi hasil pertanian meningkat di tengah musim kemarau tahun ini. Produksi beras Lamongan tahun lalu sebanyak 1,87 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung 571 ribu ton, dan kedelai 22 ribu ton. Hingga Oktober, produksi beras mencapai 950 ribu ton, jagung 454 ribu ton, dan kedelai 18 ribu ton.

Liputan6.com, Jakarta Situasi yang berkembang di Indonesia dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi beras nasional. Mulai dari kekeringan, bencana yang melanda sentra produksi pangan hingga fenomena El Nino yang akan terjadi pada November 2018 hingga Maret 2019 juga dikhawatirkan akan menurunkan produksi pangan nasional.

Dampak Musim Kemarau Panjang

Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Khudori mengatakan, musim kemarau panjang pasca El Nino jelas tidak bersahabat bagi pertanian seperti padi. Hal ini dikarenakan beras merupakan produk yang membutuhkan banyak air dalam pengembangannya.

Curah hujan akan berkurang terutama pada musim kemarau yang diikuti dengan El Nino sehingga membuat sawah yang mengandalkan air hujan tidak dapat produktif secara optimal.

Panen yang kurang maksimal tahun depan juga terlihat dari banyaknya lahan sawah yang rusak di daerah yang terkena bencana. Padahal, daerah yang terkena bencana, yakni Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB), merupakan lumbung padi yang produksinya bisa mencapai 3 juta ton setiap tahun.

Para akademisi ini juga meragukan apakah kekeringan dan bencana tidak akan mempengaruhi stok pangan nasional. “Beberapa lembaga menyatakan ada koreksi produksi beras 13 persen, 17 persen hingga 37 persen,” ujarnya.

Headline: Kemarau Berkepanjangan, Indonesia Terancam Bencana Kekeringan?

Pengamat pertanian UGM, Andi Syahid Muttaqin mengatakan. Kondisi musim kemarau di Indonesia tahun ini memang sangat unik.

Baca Juga  Wirausahawan Kerajinan Bahan Limbah Adalah

Namun, bagian selatan Indonesia yang dekat dengan Australia mengalami musim kemarau yang parah dan panjang. Hal ini tidak terlepas dari fenomena alam berupa Monsoon India.

Ahli agroklimatologi ini memprediksi musim kemarau yang panjang karena musim hujan di India mungkin berakhir pada 10 hari pertama bulan November. Sayangnya, pada saat yang sama, muncul siklus El Nino yang menurunkan intensitas curah hujan dibandingkan musim hujan sebelumnya.

Akibat kemarau panjang itu, puluhan hektar lahan pertanian, khususnya sawah dan tambak ikan di kawasan Garut utara, Jawa Barat, terancam punah, disebut juga gagal panen akibat berkurangnya cadangan air.

Penyebab Kebakaran Hutan Di Indonesia

“Saya harus cuci dan mandi di Sungai Cianten karena ketersediaan air sumur sudah mulai berkurang,” kata Ai Hani (28), warga Desa Cianten, Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi, Garut, Rabu (10/10). . ) /2018).

Menurutnya, pasokan air sumur saat ini hanya bisa untuk kebutuhan memasak dan air minum, sedangkan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan lainnya terpaksa menggunakan air sungai yang jaraknya 1 kilometer.

“Dulu saya tanam padi berharap cepat hujan, tapi sekarang sudah kering,” kata Usep (41), warga lainnya asal Kelurahan Surabaya, Kecamatan Limbangan.

Menurutnya, akibat kemarau panjang yang berlangsung sekitar lima bulan, sawah mereka yang baru berumur dua bulan menjadi kering. “Kalau kamu mati seperti itu, yang terbaik yang bisa kamu lakukan adalah membuat pakan kambing,” katanya memelas.

Bahaya Kemarau Panjang Yang Mengancam Produksi Pangan

Akibat gagal panen, Usep mengaku rugi hingga Rp 3 juta. benih dan pupuk yang telah didistribusikan di lahan pertanian yang kering dan terfragmentasi. “Saya juga bingung kalau hujan karena investasi penanaman sudah habis,” ujarnya.

Tak hanya sawah, kelangkaan air juga merembet ke tambak warga. Marfuah (59) mengaku tiga tambaknya saat ini mengalami kekeringan sehingga bibit ikan yang disebar mati. “Ikan-ikannya masih kecil, tapi banyak yang mati karena kekurangan air. Saya hanya ingin membaginya dengan tetangga,” ujarnya sedih.

Jakarta – Kapasitas penyimpanan Perum Bulog menjadi tanda tanya. Ini terkait pengadaan beras impor yang mewajibkan Bulog menyewa gudang milik TNI. Bahkan, Direktur Perum Bulog Buwas mengaku gudang beras sudah penuh sehingga harus menyewa gudang jika ingin bisa menampung beras impor. Namun ada fakta baru, gudang Bulog memiliki total kapasitas 4 juta ton. Potensi cadangan beras di akhir tahun mencapai 2,7 juta ton, artinya Bulog masih memiliki kapasitas simpan yang belum terisi. Apa faktanya?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga

Cerita Bencana Kekeringan Yang Terus Berulang

Musim kemarau panjang, musim kemarau bulan apa, akibat musim hujan dan musim kemarau, benih jagung yang cocok musim kemarau, bibit jagung yang cocok di musim kemarau, akibat kemarau panjang, benih padi yang cocok untuk musim kemarau, bibit padi yang cocok di musim kemarau, tanaman yang cocok di musim kemarau, musim kemarau di indonesia terjadi akibat, akibat dari musim kemarau, akibat musim kemarau