Budaya Brunei Darussalam – Brunei Darussalam adalah salah satu negara di pulau Kalimantan, selain Sabah dan Sarawak, Malaysia dan Kalimantan, Republik Indonesia. Jika disebut sebuah pulau, terkadang masyarakat yang tinggal di sana, meski berbeda negara, namun saling berdekatan baik dari segi ras, adat istiadat, adat istiadat, dan budayanya. Namun ada ketentuan dalam konstitusi nasional dengan nama berbeda yang tidak sama.
Meskipun kebanyakan orang di Malaysia disebut berdasarkan ras atau etnis dan diklasifikasikan sebagai Bumiputra atau non-Bumiputra, di Brunei dikenal sebagai suku Brunei Jati. Dan istilah suku jati Brunei didasarkan pada Konstitusi Brunei Darussalam tahun 1984 yang memberikan status khusus kepada ketujuh suku jati tersebut ketika negaranya merdeka dari penjajahan Inggris.
Budaya Brunei Darussalam
Selain masyarakat Brunei yang terdiri dari ketujuh suku tersebut, masih ada suku lain seperti Tionghoa, India, Aban, Cadiz dan Eropa yang memilih Brunei sebagai tempat tinggalnya, padahal secara historis mereka tidak berasal dari negara tersebut. Brunei.
Negara Brunei Darussalam By Jennifer Bieber
Pada awal pemukiman Malaysia, Brunei berada di pesisir pantai Brunei. Mereka membangun tempat tinggalnya di atas air berupa rumah papan. Dan komunitas Melayu di Brunei mirip dengan desa bersejarah seperti Kampong Ayer yang masih ada hingga saat ini.
Dahulu, sumber perekonomian mereka adalah melaut atau menangkap ikan. Hal ini tidak lepas dari perdagangan retail yang menggunakan kapal seperti Pedian. Namun kini kegiatan tersebut sudah tidak ada lagi karena pemerintah Brunei telah menempatkannya di kawasan permanen untuk berbisnis.
Terkenal dengan kerajinan bernilai tinggi seperti emas, perak, tembaga, besi dan tenun lagu khas Brunei yang dikenal dengan “Jong Serat”.
Dusun merupakan subsuku Kadzan-Dusun di Sabah, Malaysia, namun di Brunei merupakan salah satu dari 7 suku utama di Brunei. Dinamakan “Dusun” karena kegiatan ekonominya merupakan perkebunan buah-buahan. Dahulu, mereka juga melakukan pertanian nomaden untuk mencari lahan subur untuk bercocok tanam. Selain itu, mereka juga populer dalam peternakan sapi, sapi, ayam dan ayam.
Dewan Budaya Ogos 2023
Sejak nenek moyang suku Dusun pertama kali mempercayai adanya permusuhan, masih ada sebagian masyarakat Dusun di Brunei yang masih memegang teguh kepercayaan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, banyak suku yang menerima Islam sebagai agama mereka.
Dikenal dengan suku Belit karena pemukimannya terkonsentrasi di sepanjang aliran Sungai Belit, seperti Kampung Kuala Balai, Kampung Momong, Kampung Rampayo dan Kampung Mong Kam. Dulu, sumber perekonomiannya adalah bertani padi dan pembuatan sagu sebagai suku bangsa di Sarawak.
Menurut sejarah, suku ini merupakan cabang dari suku Kiput atau Lakiput di Sarawak, yang jumlahnya banyak di wilayah Baram, Miri, Sarawak. Menurut laporan (Hughes-Hallet) pada awal abad (1980) M, migrasi masyarakat Balit ke wilayah Brunei Darussalam terjadi antara tahun 1830 hingga 1890.
Dan kini kehadirannya di Brunei demi keselamatan rakyatnya, yakni menghindari perang perebutan kekayaan atau perang perluasan kekuasaan yang sudah menjadi tradisi di tanah Sarawak. Konon nenek moyang marga Blit saat itu melarikan diri dari daerah bernama Olu Tanjar yang berada di bawah kekuasaan suku Kayan Baram.
Brunei Darussalam Archives
Sejak tahun 2012, kami berdedikasi untuk menyediakan bacaan digital gratis di situs ini dan akan terus melakukannya sejalan dengan misi kami untuk memberkati anak bangsa.
Namun, menyediakan bacaan gratis memerlukan biaya yang besar dan kami menyambut Anda untuk terus mendukung tujuan kami.
Berbeda dengan yang lain, Patriot tidak dimiliki oleh miliarder atau politisi, sehingga konten yang dihasilkan selalu bebas dari pengaruh politik dan komersial. Hal ini mendorong kita untuk terus mencari kebenaran tanpa rasa takut sehingga berkat pengetahuan dapat dibagikan.
Sekarang, kami sangat membutuhkan dukungan Anda meskipun kami tahu bahwa tidak semua orang mampu membayar untuk konten. Namun dengan dukungan Anda, sejumlah kecil uang dapat membantu menutupi biaya kami untuk memperluas bacaan gratis yang menguntungkan ini hingga tahun 2023 dan seterusnya. Meskipun Anda tidak dapat hadir, kami tetap menyambut Anda sebagai pembaca.
Desa Budaya Sukosari Kidul
Dukung Patriots hanya dengan RM2.00, dan hanya membutuhkan satu menit. Jika Anda mampu membayar lebih, tolong bantu kami dengan jumlah yang disediakan. Terima kasih. Lanjutkan sebagai satu.
Banyak istilah yang membedakan suku Tak yang disebut Merut, seperti di Sarawak dikenal dengan nama “Lin Bawang” sedangkan di Sabah dikenal dengan “Lin Deh”. Dan Marut di Brunei tentu tidak mengacu pada etnis Marut di Sabah. Menurut sejarahnya, nama “Marut” diberikan oleh masyarakat Brunei untuk menyebut masyarakat yang mendiami wilayah pegunungan Brunei.
Menurut sejarah juga dikatakan bahwa suku Marut di Brunei, suku Lun Bawang di Sarawak dan suku Londiah di Sabah merupakan sekelompok masyarakat yang berasal dari tengah Pulau Kalimantan. . Dataran Tinggi Carian Clybeth. . Dan konon juga mereka bermigrasi ke seluruh Kalimantan yang meliputi Sabah, Sarawak dan Brunei pada abad ke-17 hingga ke-18.
Dahulu sumber perekonomian mereka adalah pertanian yang diusahakan oleh kaum nomaden untuk mencari lahan subur. Dan karena kegiatan tersebut, diketahui bahwa populasi suku Marut di Brunei juga terpecah yaitu berbeda desa dan tidak menetap di satu tempat.
Mengenal Kehidupan Sosial Budaya Di Negara Brunei Darussalam
Dahulu nenek moyang mereka menganut animisme, namun saat ini banyak suku Marut yang menganut agama Kristen sebagai mata pencaharian.
Suku Basaya masih ada tidak hanya di Brunei tapi juga di Sarawak dan Sabah. Dan jika ada yang mengatakan bahwa Bisaya adalah komunitas yang berasal dari Filipina, maka salah jika menyebut Visayas karena tidak sesuai dengan sejarah Filipina, bahkan bahasanya pun tidak ada kemiripannya.
Konon dahulu kala pemerintahan di Pulau Kalimantan terbilang labil dan banyak terjadi penindasan sehingga menyebabkan masyarakat Busia harus merantau dari tempat asalnya yaitu wilayah Kerajaan Barony. Awal tahun 977 Masehi. Migrasi demi keamanan merupakan hal yang membentuk komunitas Bisaya di Sabah, Sarawak dan Brunei saat ini.
Berdasarkan laporan para antropolog seperti Bushier (1958), Sandin (1971) dan Hussain dan Newman (1987), keberadaan suku Besaya di Kalimantan dapat dipastikan sudah ada sejak tahun 1370-an. Hal ini dapat dibuktikan pada tahun 1370an ketika Kerajaan Tiongkok Daratan mengirimkan misi ke Negara Baronai (Negeri Brunei) dimana pada saat itu Cheng Chengzi membantu Raja Maha Mokhsa dari Baronai untuk mengendalikan suatu pemberontakan.
Julukan Negara Brunei Darussalam Dan Fakta Menariknya
Pemberontakan meninggalkan ibu kota Barunai pada saat kota itu terbakar parah dan Maha Mokhsa hanya mengandalkan 1.000 komunitas lokal Barunai yang dikenal sebagai Basaya untuk tujuan pertahanan dan keamanan. Dengan bantuan Tembok Besar Tiongkok, ia mampu menaklukkan kerajaan Baronai saat itu. Dan sebagai imbalan atas jasanya ini, Maha Moksha mengirimkan delegasi ke Tiongkok pada bulan Agustus 1371.
Selain itu, dari kajian para ahli sejarah, dikatakan bahwa suku Bisaya yang kini tinggal di wilayah Kalimantan dianut oleh Beruang HO pada tahun 1926, Hester ED pada tahun 1954, dan Harrison pada tahun 1956. Suku Basaya merupakan sekelompok masyarakat yang berasal dari Kerajaan Sri Wijaya melalui panglimanya yang bernama Sri Basaya. Pandangan ini dibenarkan pada tahun 1972 oleh seorang sejarawan bernama Sonza.
Suku Tutong mempunyai silsilah sejarah yang sama dengan suku Belit, namun berbeda dengan suku Tutong, karena konon suku Tutong merupakan subetnik dari suku Kian yang ada di Kalimantan.
Menurut sejarah lisan, orang Tutong merupakan masyarakat kerajaan kuno yang hilang di tanah Sarawak bernama Negara Malano, yang konon sudah ada sejak abad ke-13. Suku Tutong saat itu dipimpin oleh saudara laki-laki Prabu Tugao, Basing.
Colorful Indonesian Culture In Celebrating 38th Nationality Day Of Negara Brunei Darussalam
Saat itu Tutong merupakan salah satu koloni kekaisaran Pemerintah Provinsi Malano. Dalam buku Lawrence tahun 1911 berjudul The First Conquest of Brunei on the Coast of Sarawak, disebutkan bahwa Tutong merupakan wilayah pertama yang ditaklukkan Kerajaan Brunei dalam perang perluasan wilayah sekitar abad ke-13.
Dalam puisi kuno Syair Awang Semaun, salah satu dokumen kuno yang menjadi referensi sejarah Brunei Darussalam, diceritakan bahwa pemerintah negara Malano kalah dalam pertempuran dengan Sultan Muhammad Syah atau Awang Alk Bittar.
Akibat kekalahan tersebut, suku Tutong dan wilayahnya menjadi hak Kerajaan Brunei Darussalam di masa lalu. Konon, suku Tutong di bawah Kerajaan Brunei Darussalam mempunyai kepala suku sendiri yang bernama Mantiri Tutong.
Menurut mitos suku Kian, suku Tutong sebenarnya merupakan komunitas yang berhubungan dengan seorang pendekar suku Kian yang bernama Tutong. Dan bersama dengan nama ketuanya mereka disebut Tutong.
Indonesia And 4 Asean Countries Hold Orchid Exhibition In Gardens By The Bay Singapore
Dilihat dari legenda suku Marut di Brunei, memberikan penafsiran berbeda mengenai asal usul suku Tutong. Konon suku Tutong yang tinggal di utara Sarawak dan Brunei saat ini berasal dari seorang pedagang asal pulau Sulawesi bernama Sri Letong. Akibat pernikahan Sri Letong dengan putra sulung suku Morot yang tinggal di Kampung Suran, sebuah desa Marut di tepian Sungai Tutong, akhirnya terbentuklah komunitas Tutong yang tinggal di Sarawak dan Brunei saat ini.
Saat ini di Brunei, masyarakat Tutong beragama Islam dan telah meninggalkan norma animisme nenek moyang.
Liburan ke brunei darussalam, wisata ke brunei darussalam, paket wisata brunei darussalam, budaya brunei, hotel brunei darussalam, sosial budaya brunei darussalam, brunei darussalam airlines, wisata brunei darussalam, hotel di brunei darussalam, budaya negara brunei darussalam, brunei darussalam, tour brunei darussalam