Contoh Fanatisme – Surakarta: Di era digital saat ini, masyarakat lebih mudah mengakses berbagai informasi, termasuk kajian agama, melalui internet dan media sosial, kata Hidayat Maskoor, Kepala Kementerian Agama Kota Surakarta.

“Namun, ada hal yang perlu dipahami dengan kemudahan belajar agama dari internet, terutama masalah etika belajar agama,” ujar Maskur, pembicara webinar literasi digital, “Introducing Religion in Cyberspace.” Diselenggarakan oleh Kemenkominfo dan Debindo untuk warga. Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (4/8/2021).

Contoh Fanatisme

Maskur mengungkapkan bahwa salah satu etika terpenting dalam pelajaran agama yang tidak boleh dilupakan adalah Guru, Ustadz, Kiai, Pujari atau Ju Shi harus jelas. Artinya, guru agama yang dipilih benar-benar orang yang tepat dengan pengalaman panjang dan pengetahuan nyata dalam mengajar agama.

Pengaruh Fanatisme Mazhab Terhadap Keberhasilan Dakwah

“Dalam kajian agama, literasi juga harus jelas, percaya pada sumber yang digunakan. Jangan bingung dengan sumber informasi yang tidak jelas dan menyesatkan,” ujar Hidayat. Ketidakjelasan literasi dapat menggiring orang belajar agama kepada godaan dan menjauhkannya dari penilaian dan pemahaman yang salah, dan efeknya berbahaya.

Menurut Hidayat, etika yang tidak boleh dilupakan dalam studi agama adalah menghindari konflik kepentingan. Konflik kepentingan dalam studi agama menghilangkan esensi esensial dari tujuan studi agama untuk memperkuat keyakinan itu.

“Jadikan agama sebagai sumber inspirasi, bukan cita-cita,” kata Hidayat. Orang yang memeluk agama harus dibimbing dalam menyebarkan nilai-nilai kebaikan. Jika agama dijadikan sumber aspirasi, banyak kontradiksi karena orang akan mengutamakan egonya sendiri sesuai interpretasinya.

“Agama jangan hanya ilmiah tapi juga praktis,” kata Hidayat. Seiring dengan pelajaran baik yang dipelajari dalam agama, perlu untuk menggunakan pelajaran ini saat berinteraksi dengan orang lain.

Pdf) Fanatisme Beragama Yes, Ekstrimisme Beragama No; Upaya Meneguhkan Harmoni Beragama Dalam Perspektif Kristen

“Hindari fanatisme berlebihan saat belajar agama, semua agama mengajarkan dengan baik,” lanjut Hidayat. Fanatisme buta dan berlebihan sangat tidak dianjurkan dalam beragama, sehingga agama menuntut manusia untuk terus belajar dan mencari ilmu agar manusia tidak terjerumus dalam fanatisme yang berlebihan.

Baca Juga  Mengapa Usaha Produksi Batik Termasuk Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Nkri

Fanatisme yang berlebihan menjadi sumber intoleransi yang berujung pada berbagai bentuk kekerasan atas nama agama. Apalagi jika fanatisme tersebut dirasuki oleh ideologi atau paham terorisme tertentu. Hal ini sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena di satu sisi fanatisme menjadi penyebab konflik antar manusia karena sikapnya yang berlebihan dalam menuntut kebenaran.

“Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman bagi kebhinekaan Indonesia karena mereka mencari perubahan sistem secara radikal sesuai keinginan pengikutnya,” kata Hidayat.

Hidayat menambahkan, radikalisme hanya menganjurkan ajaran atau kebenaran dasar. Contoh fanatisme parokial adalah orang yang tidak percaya di luar kelompok.

Fanatisme Beragama Dan Degradasi Hukum Di Indonesia

“Karena orang-orang radikal ini hanya tekstual dan skriptural dalam pemahamannya tentang agama, maka radikalisme juga mengilhami Islamofobia, yang mengorganisir aksi-aksi Islam untuk mempromosikan sekularisme,” tegasnya.

Dalam pandangan Hidayat, media sosial lebih lemah dari media tradisional dalam melindungi keragaman Indonesia. “Dari media sosial, siapapun bisa menyebarkan informasi, termasuk soal agama yang belum bisa dipastikan sumber kebenarannya,” kata Hidayat.

Sumber lain, Dosen FIB UI Toufiq Asmianto mengatakan bahwa belajar agama harus memenuhi beberapa hal mendasar agar pemahaman lebih utuh dan sikap bijak.

“Mata pelajaran agama adalah akidah, akhlak dan ilmu (sanad),” kata Tawfiq. Dijelaskannya, keimanan itu penting dalam ilmu agama karena menyangkut masalah hati dan keimanan orang yang mempelajari agama tersebut. Sedangkan moralitas penting karena agama mengajarkan kebajikan untuk diamalkan. Pengetahuan agama juga penting untuk memiliki arah yang jelas dalam memahami agama yang dianut.

Sepakbola Menjelma Agama: Fanatisme, Agresi, Dan Sabtu Nelangsa Aremania

Webinar juga akan menghadirkan pembicara lain Kudus Shofi, Kepala MAN 2, dan Ardiansyah, Konsultan IT. .

Sepanjang sejarah peradaban manusia, telah terjadi banyak hal yang berada di luar kemampuan manusia pada umumnya. Hal-hal ini diyakini sebagai kehendak pencipta tertinggi semua makhluk di bumi, yang paling suci diajarkan dalam agama. Agama adalah kelompok sosial keagamaan yang ada di hampir semua negara di dunia dan memiliki ajaran dan kepercayaannya sendiri.

Agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kepercayaan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Maha Esa dan suatu sistem yang mengatur sistem peribadatan, serta aturan-aturan hubungan manusia dengan manusia dan lingkungan. “Agama” berarti tradisi sedangkan agama dalam bahasa sekretaris. Mengacu pada pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa agama telah ada bahkan sebelum ilmu pengetahuan dikenalkan kepada manusia.

Baca Juga  Kunci Jawaban Ppkn

Sebagai negara majemuk, Indonesia memiliki 6 agama yang diakui secara sah oleh negara dalam UUD 1945 dan menjamin hak-hak individu. Dalam sejarah Indonesia, agama Hindu dan Budha mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke-19 II. Dan IV Masehi ketika para pedagang dari India mulai memasuki Sumatera, Jawa dan Sulawesi dengan membawa agamanya. Sejak itu, Indonesia menjadi tujuan penyebaran banyak agama lain, seperti Islam (abad ke-13), Kristen dan Katolik (abad ke-16) dan Konghucu (abad ke-19).

Sosiolog Uns Tanggapi Fanatisme Sepakbola Yang Kembali Telan Korban

Dalam perkembangannya, praktik agama di Indonesia tidak lepas dari pro dan kontra pemeluknya dan masyarakat dalam konteks negara.

Apapun agama yang diyakini orang Indonesia pada umumnya, agama adalah jalan menuju keabadian di surga/keabadian setelah kehidupan di bumi. Agama juga diyakini sebagai bentuk komunikasi spiritual antara manusia dengan Tuhan, Sang Pencipta. Struktur pemikiran ini diyakini oleh individu warga negara Indonesia, yang mengharuskan adopsi salah satu agama yang ada.

Di sisi lain, agama bersifat turun-temurun, yang dipandang sebagai konsekuensi seorang anak mengikuti agama yang disetujui oleh orang tuanya tanpa memberinya hak untuk memilih.

Terlepas dari tumbuh dan berkembangnya enam agama di Indonesia, UUD 1945 (Pasal 1 Ayat 3) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam proses pengelolaan negara harus mengacu dan berlandaskan pada standar hukum yang ada. Jadi apapun agamanya, yang harus dipahami adalah ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, harus diproses secara hukum, bukan dihakimi karena alasan agama.

Sekolah Tanpa Kelas

Permasalahan di Indonesia saat ini adalah ketika terjadi hal-hal di luar norma yang berlaku, yang pertama dilakukan adalah membandingkan apakah hal tersebut sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama atau tidak. Padahal jelas bahwa hukum Indonesia memuat ketentuan-ketentuan yang rinci dalam segala aspek mulai dari tingkat nasional sampai tingkat daerah.

Misalnya, ketika kasus perzinaan terjadi, orang seringkali bertentangan dengan ajaran agamanya, bukan undang-undang yang berlaku (Pasal 298 KUHP). Contoh lain adalah ketika terjadi kasus pencurian di masyarakat, pernyataan yang sering terlihat adalah bahwa pencurian itu tidak baik karena diharamkan dalam agama. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan agama di kalangan masyarakat telah melampaui batas wajar/berlebihan, sehingga mereka telah menjadi fanatik.

Baca Juga  Nama Gubernur Mekah Pada Masa Khalifah Usman Bin Affan Adalah

Tempat sesatnya agama di kalangan individu Indonesia perlu disadari mengingat dampaknya terhadap kehancuran hukum di Indonesia. Penegakan hukum yang seharusnya menempati tempat tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mulai disingkirkan dari fanatisme beragama masyarakat yang menganggap bahwa aturan agama lebih tinggi dari hukum negara Indonesia. Meski tidak diakui secara langsung, seringnya terjadi benturan segala sesuatu dalam hal agama perlahan-lahan menjadikan hukum sekunder dalam implementasinya di Indonesia.

Dalam beberapa kasus, orang lebih percaya pada apa yang dikatakan pemimpin agama mereka daripada nasihat dari pemerintah yang berkuasa penuh. Kalaupun kasusnya melibatkan pemuka agama dan harus berhadapan dengan hukum, seringkali bertentangan dengan aturan agama dan memperlakukan pemuka agama sebagai bentuk kriminalisasi. Ini adalah tahap di mana orang menjadi fanatik agama, percaya bahwa standar agama memiliki tempat yang lebih tinggi dari hukum yang berlaku di Indonesia. Disadari atau tidak, hal itu mengubah tempat hukum digantikan oleh aturan-aturan agama dalam penyelenggaraan negara dan negara. Tidak ada yang salah dengan ini, kita tidak membedakan antara konteks dan konteks, kapan dan di mana aturan agama harus diterapkan.

Mengapa Orang Bisa Begitu Fanatik Dalam Pemilu?

Perlu dipahami bahwa fanatisme agama itu perlu, tetapi harus di kerajaan/daerah. Sebagaimana tertuang dalam Pancasila (Poin Pertama) sebagai falsafah bangsa Indonesia, “Ketuhanan” merupakan diksi yang mengarah pada identitas semua agama di Indonesia dan bukan hanya satu agama.

Harapan besar adalah adanya pemahaman dari setiap individu warga negara Indonesia bahwa hukum adalah panglima tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Segala sesuatu yang terjadi dalam kegiatan sosial harus bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tidak bertentangan dengan aturan agama di Indonesia. Demikian pula, menempatkan agama pada individu bukan sekadar simbol, tetapi keyakinan yang final dan tidak perlu didiskusikan lebih lanjut.

Jika Anda memiliki umpan balik atau artikel, silakan kirimkan melalui mekanisme di sini. Setelah memenuhi kriteria kolumnis, dengan senang hati kami akan menerbitkannya untuk memenuhi pembaca setia The Columnist. Fanatisme adalah kata yang berasal dari bahasa Latin fanaticus, yang berarti kemarahan atau kekesalan jiwa. Ini adalah contoh bagaimana amarah meluap dari orang-orang fanatik karena orang lain tidak memiliki pemahaman yang sama.

Fanatisme adalah persepsi atau perilaku menunjukkan ketertarikan yang berlebihan terhadap sesuatu. Filsuf George Santayana mendefinisikan fanatisme sebagai, “Ketika Anda melipatgandakan usaha Anda

Pdf) Pengaruh Fanatisme Agama Terhadap Perilaku Masyarakat Muslim Di Indonesia

Arti fanatisme, fanatisme suporter, contoh invoice, contoh timesheet, fanatisme, contoh payroll, contoh faktur, contoh kasus fanatisme agama, fanatisme agama, contoh jurnal, fanatisme buta, contoh kasus fanatisme