Latar Belakang Dihapuskannya Sistem Tanam Paksa Adalah Karena – Tanam paksa atau dikenal dengan istilah cultuur stelsel merupakan salah satu kebijakan kolonial Belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia saat itu. Alasan utama di balik strategi ini adalah karena ide aslinya berasal dari Johannes van den Bosch. Sistem tanam paksa ini mengharuskan orang Indonesia bercocok tanam yang menurut Belanda menguntungkan bagi mereka, dimana dibalik kebijakan ini tujuan utama Belanda pada saat itu adalah dan menghemat uang mereka, karena pada saat itu uang Belanda tidak ada. untuk bekerja dengan baik. .

Hal ini tidak terlepas dari sistem korupsi yang diciptakan oleh Belanda dan tingginya tingkat korupsi masyarakat Belanda selain fakta bahwa Belanda juga banyak mengeluarkan uang untuk perang. Dalam artikel ini akan dijelaskan dan ditelaah alasan dan latar belakang dihapuskannya sistem pertanahan akibat penderitaan rakyat Indonesia.

Latar Belakang Dihapuskannya Sistem Tanam Paksa Adalah Karena

Dikutip dalam buku Ensiklopedi Sejarah Lengkap Indonesia karya Adi Sudirman, (2019) dijelaskan bahwa sistem tanam paksa adalah sistem yang mewajibkan warganya untuk membuat rencana menanam tanaman di negara lain dengan paksaan dari pemerintah kolonial sejak saat itu. 1830. Tanaman ekspor ini merupakan tanaman yang dapat dijual di Eropa. Dalam implementasinya di lapangan, rakyat Indonesia sangat menderita.

Modul Ips Kelas 8

Dimana rakyat Indonesia sangat menderita akibat berkurangnya lahan pertanian dan petani yang harus bekerja secara cuma-cuma. Situasi menyedihkan ini akhirnya muncul di Belanda setelah ditulis oleh penulis Multatuli (nama asli Eduard Douwes Dekker) dalam bukunya “Max Havelaar”. Penderitaan ini berujung pada tuntutan penghapusan Pertanian dan penerapan Kebijakan Moral atau Politik Penghormatan yang bertujuan untuk meningkatkan pendidikan dan kondisi kehidupan penduduk asli.

Inilah salah satu alasan dan latar belakang dihapuskannya pertanian oleh Belanda. Sistem Pertanian dihapuskan secara bertahap dengan menghentikan budidaya tanaman jenis tertentu, misalnya lada dihapuskan pada tahun 1862, teh dihapuskan pada tahun 1865, tembakau dihapuskan pada tahun 1866, tebu dihapuskan pada tahun 1870. , kopi dihapuskan. perkebunan di Priangan dihapuskan pada tahun 1917. Dan akhirnya Sistem Pertanian Paksa resmi dihapuskan pada tahun 1870 dan diganti dengan Sistem Ekonomi Liberal.

Baca Juga  Tuliskan Beberapa Keuntungan Di Dunia Sebagai Buah Dari Perilaku Jujur

Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar penghentian sistem perkebunan adalah karena banyak menyengsarakan rakyat Indonesia. (WWN) Undang-undang pertanian paksa adalah undang-undang yang memaksa orang untuk melakukan proyek pertanian paksa di negara lain di bawah administrasi pemerintah Belanda. Cara tanam paksa atau tanam paksa diperkenalkan oleh pemerintah Belanda pada masa pemerintahan Johannes Van Den Bosch.

Asal adopsi pertanian paksa di Indonesia adalah di pulau Jawa. Setelah itu dikembangkan di Sumatera Barat dari tahun 1847. Kemudian menyebar, hingga ditemukan kembali oleh penduduk tempat lain seperti Minahasa, Lampung dan Palembang.

Mengapa Rakyat Indonesia Melakukan Perlawanan Terhadap Sistem Tanam Paksa

Undang-undang pertanian paksa dibuat oleh Belanda dengan maksud semula agar rakyat Indonesia dan Belanda diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan. Namun, yang terjadi justru jauh dari pengaturan itu, bahkan membuat rakyat Indonesia kelaparan.

Diambil dari buku berjudul Sejarah Sekolah Menengah Kelas 2 Pengetahuan Sosial oleh Dr. Tugiyono KS., dan lain-lain (2004: 6) Dasar hukum sistem pertanian paksa di Indonesia adalah sebagai berikut:

Sejarah dan asal usul sistem pertanian paksa di Indonesia adalah karena pemerintah Belanda menghadapi masalah ekonomi. Permasalahan yang muncul adalah akibat dari perang Napoleon tahun 1810-1811, dan perang Diponegoro tahun 1825-1830.

Saat itu, sistem pajak tanah dan sistem perkebunan belum berjalan dengan baik. Akibatnya sumber uang yang masuk ke pemerintah Belanda terus berkurang.Untuk mengatasi masalah kekurangan uang, pemerintah Belanda mengirimkan seorang ahli keuangan bernama Van den Bosch.

Materi Tanam Paksa

Van den Bosch diangkat menjadi Gubernur dan diberi pulau Jawa untuk menerapkan pertanian paksa. Pemerintah Belanda menganggap sistem tanam paksa akan sangat menguntungkan Belanda dan Indonesia karena tanah pulau Jawa sangat subur.

Namun karena kelemahan yang terjadi, sistem pertanian paksa membuat rakyat Indonesia menjadi miskin. Hal ini karena akibat gagal panen, banyak lahan yang terbengkalai dan banyak penyakit yang muncul. Walaupun Belanda tidak bertanggung jawab tetapi hanya mengambil keuntungan.

Keuntungan Belanda dari sistem pertanian paksa mencapai 967 juta emas, dengan keuntungan tersebut Belanda mampu membayar semua hutangnya. Tolong bantu kami memperbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi ke sumber terpercaya. Konten tanpa sumber dapat digugat dan dihapus. Sumber pencarian: “Cultuurselsel” – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR (Januari 2022)

Culturselsel (secara harfiah: Sistem Tanam Paksa atau Sistem Tanam Paksa), yang oleh para sejarawan Indonesia disebut Sistem Tanam Paksa, adalah undang-undang yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap kota dipisahkan dari bagian negaranya (20%). . untuk produk pertanian yang diekspor terutama teh, kopi dan kakao. Hasil panen ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga tetap dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari setahun (20%) di pertanian pemerintah yang merupakan bentuk sewa.

Baca Juga  Istilah Merampas Bola Dalam Permainan Sepak Bola Disebut

Penyebab Utama Dihapuskannya Sistem Tanam Paksa Adalah….a. Pemerintah Hindia Belanda Tidak Sampai

Padahal, asas ini tidak ada artinya karena semua lahan pertanian harus dibudidayakan dengan hasil bumi yang bisa diekspor ke negara lain dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah Belanda. Tanah yang digunakan untuk praktik budaya masih dikenakan pajak. Penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian terpaksa bekerja sepanjang tahun di lahan pertanian.

Pertanian paksa adalah periode paling eksploitatif dalam sistem ekonomi Hindia Belanda. Sistem pertanian paksa ini lebih sulit dan kejam daripada sistem monopoli VOC karena ada target uang pemerintah yang sangat dibutuhkan pemerintah. Para petani yang pada masa VOC harus menjual produk tertentu kepada VOC, kini harus bercocok tanam dan menjualnya dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Properti pertanian paksa inilah yang memberikan kontribusi besar pada pendapatan selama pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang bebas dari tahun 1835 hingga 1940.

Karena sistem kemakmuran dan keberhasilan Belanda ini, Van den Bosch sebagai pendirinya dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada tanggal 25 Desember 1839.

Culturselsel kemudian dihapus setelah berbagai kritik dan diperkenalkannya Undang-Undang Pertanian tahun 1870 dan Undang-undang Gula tahun 1870, yang mengawali periode liberalisasi ekonomi dalam sejarah kolonial Indonesia.

Cultuurstelsel Adalah Sistem Tanam Paksa, Ini Isi Kebijakannya

Menurut sepucuk surat dari seorang Eropa yang menjadi surveyor pertanian, L. Vitalis, ia berbicara tentang sebuah laporan di awal tahun 1835, Priangan. Mayat para petani penuh kelelahan dan kelaparan, dekat Tasikmalaya dan Garut. Ketika mereka dibiarkan sendiri, mereka tidak dikuburkan, itu karena alasan Bupati yang terkesan cuek: “Malam hari harimau akan menyeret mereka.”

Serangan dari kalangan nonpemerintah mulai meningkat akibat kelaparan dan kemiskinan yang terjadi pada akhir tahun 1840-an di Grobogan, Demak, Cirebon. Tanda lapar ini dimunculkan di atas dan memunculkan fakta bahwa pemerintah telah banyak menderita bagi rakyat Jawa. Kaum Humanis dan Liberal tampaknya merencanakan serangan strategis mereka. Dari bidang sastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker), dari bidang jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di sisi politik dipimpin oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah ide politik moral muncul.

Upaya liberal di Belanda untuk mengakhiri pertanian paksa berhasil pada tahun 1870, dengan disahkannya Undang-Undang Agraria, Agrarische Wet. Namun, tujuan yang ingin dicapai kaum liberal tidak terbatas pada penghapusan Pertanian. Mereka memiliki banyak tujuan.

Baca Juga  Bagaimana Gerakan Badan Saat Menirukan Angin Yang Bertiup Agak Kencang

Gerakan liberal di Belanda dipimpin oleh pengusaha independen. Oleh karena itu, kebebasan yang mereka perjuangkan sebenarnya adalah kebebasan di bidang ekonomi. Liberal di Belanda berpendapat bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur dalam kegiatan ekonomi. Mereka menginginkan kegiatan ekonomi ditangani oleh sektor swasta, sedangkan pemerintah adalah pelindung warga, menyediakan layanan dasar, menegakkan hukuman dan memastikan keamanan dan stabilitas.

Apakah Tanam Paksa Itu? Kenali Latar Belakang, Aturan, Dan Dampaknya Bagi Rakyat

Undang-undang ini mengizinkan perusahaan perkebunan swasta untuk menyewa sebidang tanah yang luas untuk jangka waktu tidak lebih dari 75 tahun, untuk menanam tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum (nila), atau tanaman tahunan seperti tebu dan tembakau. jenis sewa jangka pendek.

Tingkat kemiskinan dan ketertindasan sejak pertanian paksa dan UU Agraria menuai kritik dari para humanis Belanda. Asisten Peneliti di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker menulis buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya, Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli. Buku ini menggambarkan situasi masyarakat petani yang menghadapi penindasan pejabat Hindia Belanda.

Seorang anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer menulis artikel Een Eereshuld yang membeberkan kemiskinan di koloni Hindia Belanda. Artikel ini dimuat di surat kabar De Gs terbitan tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada pemerintah Belanda untuk memikirkan kehidupan masyarakat di wilayah jajahannya. Logika Van Deventer menjadi Politik Moral.

Culturselsel menandai awal budidaya tanaman eksotis di Indonesia. Kopi dan teh, yang awalnya ditanam hanya untuk keperluan kebun, telah berkembang pesat. Tebu, tanaman asli, juga mendapatkan popularitas setelah masa VOC, perkebunan terbatas pada tanaman “tradisional” yang menghasilkan rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Keinginan untuk meningkatkan hasil panen dan bencana kelaparan yang melanda Jawa akibat penurunan produksi padi menimbulkan kesadaran pemerintah kolonial akan perlunya melakukan penelitian untuk meningkatkan hasil produksi pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. pertanian. Namun baru setelah diberlakukannya UU Pertanian tahun 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara mendalam.

Pdf) Dampak Penerapan Sistem Tanam Paksa Bagi Masyarakat

Dalam sektor pertanian, khususnya dalam struktur pertanian, hal ini tidak menimbulkan perbedaan antara tuan dan petani kecil sebagai budak, tetapi menimbulkan pemerataan sosial dan ekonomi menurut prinsip pemerataan dalam pembagian tanah. Hubungan antara warga dengan kotanya semakin erat, hal ini menghambat perkembangan kota itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduknya suka tinggal di desanya, yang menyebabkan pembangunan yang kurang baik dan kurangnya kesadaran untuk meningkatkan taraf hidup penduduknya.

Adanya pertanian paksa ini menyadarkan para pekerja akan sistem pengupahan yang sebelumnya tidak dikenal

Dampak negatif tanam paksa, sistem tanam paksa di indonesia, latar belakang tanam paksa, latar belakang sistem tanam paksa, makalah tanam paksa, latar belakang tanam paksa di indonesia, dampak tanam paksa, akibat tanam paksa bagi rakyat indonesia, tujuan tanam paksa, tanam paksa, tanam paksa voc, apa yang dimaksud dengan tanam paksa