Proses Berdirinya Negara Karena Perjuangan Melepaskan Diri Dari Penjajah Disebut – Suka buku ini? Anda dapat menerbitkan buku Anda secara online secara gratis dalam hitungan menit! Buat buku flip Anda sendiri

235 Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia – Jilid 1 Elit penguasa (raja) dan istana. Perspektif psikologis akan memperkaya analisis dan melengkapi teori-teori yang dikemukakan oleh para sejarawan tentang motif di balik konversi masyarakat Nusantara. Faktor penghayatan penduduk sebagai “pandangan dari dalam” relatif belum tereksplorasi karena sejarawan tidak membaca sosiologi emosi seperti penghayatan, perasaan, reaksi, citra, emosi, harapan, imajinasi dalam rekonstruksinya, yang terdapat dalam pikiran dan perasaan manusia panggung sejarah nusantara. Dalam sosiologi kontemporer, emosi mendapat banyak perhatian sebagai faktor sentral dalam memahami perilaku dan tindakan manusia. Emosi adalah realitas psikologis yang terikat pada perasaan tetapi “non-empiris” dan “tidak terbaca” dalam realitas sosial. Sebagai realitas batin, ia berwujud keyakinan, harapan, aspirasi, kekecewaan, dan sebagainya. Seperti dicatat oleh Geertz, emosi yang merangkai serangkaian makna dalam budaya merupakan kata kunci dalam memahami agensi manusia dan budaya. Simbol-simbol yang digunakan orang untuk berkomunikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengembangkan pengetahuan mereka dalam kehidupan harus dipahami, kata Geertz, untuk memahami mengapa orang terlibat dalam tindakan sosial tertentu. 36 Dalam dunia emosional penduduk asli nusantara, harapan, imajinasi, optimisme, dan dorongan berkembang. Peningkatan status sosial ekonomi dan idealisasi melalui pengaruh lingkungan. Untuk mengungkap dunia pandangan dan harapan masyarakat adat, membaca gejolak yang mengendap dalam perasaan dan pikiran merupakan kebutuhan analisis sosiologis yang tak terelakkan. Dengan kata lain, sejauh tindakan manusia, ada begitu banyak segi kehidupan yang perlu dipertimbangkan. Di sini, kata Braudel, pelopor pendekatan sejarah total, yang menginspirasi kami adalah bahwa semua elemen masa lalu—manusia, alam, peristiwa sosiopolitik, dan situasi psikologis—memiliki ritme kehidupan, pertumbuhan, dan peran mereka sendiri, dan fase sejarah baru hanya akan selesai ketika semua aspeknya memainkan perannya masing-masing seperti sebuah orkestra.”37 Motivasi masyarakat Nusantara untuk mengubah identitasnya dengan berpindah agama ke Islam didorong oleh tiga fenomena yang mendorong mereka untuk menjadi bagian. di antaranya komunitas Muslim: kerajaan dan perdagangan, situasi internasional dan identitas baru masyarakat adat. . Perspektif psikososial berusaha memahami lingkungan politik psikososial konversi agama dengan menembus relung jiwa dan dunia visual masyarakat adat yang mengalami pergeseran identitas sebagaimana dirasakan oleh beragam strata penduduk asli Nusantara, baik pedagang maupun masyarakat adat. elit penguasa (raja) serta istana.

Proses Berdirinya Negara Karena Perjuangan Melepaskan Diri Dari Penjajah Disebut

236 Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia – Jilid 1 Peran Raja dan Keraton Peran penting keraton dan raja-raja di Nusantara dalam mendorong proses Islamisasi tidak diragukan lagi. Saat membahas Islamisasi di sepanjang jalur laut dan peran penguasa terhadap rakyatnya, banyak sejarawan tidak bisa tidak memperhatikan betapa kuatnya peran istana dan raja. Oleh karena itu, Milner memperingatkan agar tidak mengabaikan perhatian pada perannya. Para penguasa Asia Tenggara harus melihat bahwa (seperti yang mereka mainkan sendiri) mereka telah memainkan peran yang sangat penting dalam proses Islamisasi, bahwa inovasi dan perhitungan agama harus didasarkan pada mereka. Raja telah memainkan peran sentral di negara-negara Asia Tenggara dan memainkan sifat yang dominan. 38 Setidaknya ada tiga alasan mengapa penguasa dan keraton harus lebih memperhatikan proses Islamisasi yang kemudian mendorong transformasi sosial, politik, dan keagamaan: Pertama, mereka memiliki peran khusus dan posisi strategis mereka berhadapan dengan rakyat. Pandangan dunia kerajaan-kerajaan dan raja-rajanya di Nusantara relatif homogen, semuanya memiliki sistem penghargaan dan tradisi yang relatif seragam sebagai warisan dunia dari sudut pandang tradisi lokal dengan nilai-nilai Hindu India. Kerajaan-kerajaan Nusantara merupakan titik temu antara tradisi politik Jawa, Burma, Thailand, dan Vietnam di satu sisi dan gagasan politik keagamaan India di sisi lain. Reid menjelaskan bahwa unsur kepercayaan tradisional yang dominan tentang kekuasaan di keraton-keraton nusantara adalah unsur spiritual. Penguasa-penguasa yang perkasa “mengendalikan kekuatan kosmik… tidak hanya ditengahi oleh para dewa tetapi mewujudkan kehadiran mereka di muka bumi.”39 Melalui “kekuatan politik duniawi” yang dipadukan dengan realitas “keyakinan agama”, Raja Nusantara hadir untuk mendemonstrasikan peran-peran yang dimainkan untuk digantikan oleh kepala suku setempat sebelumnya. Seorang raja tidak hanya menyatakan dirinya “sebagai perantara antara manusia dan keberadaan Tuhan; tetapi dia juga mengaku sebagai penjelmaan Bodhisattva atau dewa Hindu…”40 Dalam kasus orang Melayu, kata Milner, “Raja Melayu, seperti Raja Jawa, diyakini mengakui pemilik semua tanah dalam wilayah dan rakyat sendiri sebagai budak raja.” Ada tiga alasan mengapa para penguasa dan keraton harus lebih diperhatikan dalam proses Islamisasi: Pertama, mereka memiliki peran khusus dan posisi strategis berhadapan dengan mereka. rakyat. Kedua, adanya hubungan antara penguasa keraton dengan jaringan perdagangan dunia. Ketiga, dampak besar masuknya para penguasa ke Islam dan dampaknya terhadap transformasi masyarakat.

Baca Juga  Kalimat Perincian Kelinciku Manja

Muhammad Said Ramadan Al Buti

237 Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia – Volume 1 “orang Melayu mengakui dan menggambarkan diri mereka tidak hidup dalam negara atau hukum Tuhan, tetapi di bawah hukum raja.”41 Orang Jawa percaya bahwa “hanya perlu beberapa hari di istana untuk melihat perlunya mempraktekkan penyembahan berhala, di mana para penguasa istana memerintah atas nama Tuhan, mereka juga percaya bahwa tanah dan rakyat adalah milik raja-raja mereka.”42 Raja Alam di Minangkabau dipandang oleh rakyatnya sebagai pancaran Tuhan .” Seperti orang Pasai, Dampier menyatakan, “orang Mindanao mendekati raja mereka dengan hormat dan menyembah dengan bersujud dan berlutut.”43 Ketika Islam memasuki struktur masyarakat seperti itu dengan tradisi harga diri dan pandangan dunia yang mengakar , posisi tradisional raja dan rakyat, seperti yang dijelaskan di atas, tidak berubah dan kembali memberikan saluran yang efektif untuk proses Islamisasi.Begitu raja masuk Islam, semua rakyatnya dengan mudah mengikuti. Fenomena ini tersebar luas di kerajaan-kerajaan nusantara dan nusantara dan menjadi model konversi agama kerajaan-kerajaan Hindu ke Islam. Kedua, adanya hubungan antara penguasa keraton dengan jaringan perdagangan dunia. Sudah menjadi determinasi sejarah nusantara bahwa Islamisasi terjadi pada Era Perdagangan (The Age of Commerce) yang mencapai puncaknya pada abad 15-17. Dapat dikatakan bahwa pada saat itu hampir tidak ada kerajaan di pelabuhan kota yang tidak berhubungan dengan perdagangan internasional. Sementara itu, situasi perdagangan sendiri mencapai puncaknya pada masa booming perak (Silberboom) yang berlangsung antara tahun 1570-1630. Selat Malaka telah dibuka sejak tanggal 7/8 Abad perdagangan yang sibuk menghubungkan Timur Tengah, India, Nusantara dan China. Sumber: Atlas Sejarah Indonesia Pada Masa Islam, 2011.

Baca Juga  Orang Yang Tidak Diperbolehkan Mengelola Harta Disebut

238 Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia – Jilid 1 tetap dipertahankan, tidak mungkin keraton-keraton di Nusantara tidak lekat dengan situasi perdagangan internasional saat itu. 45 Akibatnya, hubungan antara istana dan perdagangan meningkat luar biasa. Dalam konteks ini, kata Hooker, “Islam secara khas merupakan fenomena yudisial,”46 di mana para pedagang utamanya kebanyakan adalah orang Arab, Muslim India, dan Cina. Sejak awal, Islam selain sebagai agama kerakyatan yang menyebar dari akar rumput, juga mengembangkan karakter keraton. Sebagai dakwah (agama dakwah), Islam kemudian menyebar ke kota-kota pelabuhan Nusantara, di mana terjadi transaksi antara pedagang Muslim dengan kerajaan setempat. Jadi, “konversi ke Islam,” kata Jay, “menyebar seperti gelombang dari timur ke barat melalui negara-negara pulau… Setelah itu, selama lebih dari dua abad, sebagian besar pusat perdagangan utama, termasuk pelabuhan utara Jawa, datang di bawah kontrol pengaruh penguasa Muslim lokal.”47 Ketiga, dampak besar dari masuknya para penguasa ke Islam dan dampaknya terhadap transformasi masyarakat. Dalam pandangan dan kepercayaan tradisional pra-Islam, penguasa atau raja dianggap sebagai “raja-dewa”, “pancaran-dewa” atau “reinkarnasi dewa”, di mana orang dengan sepenuh hati melayani dan melayani mereka tubuh dan jiwa karena raja dipercaya olehnya. Rakyat sebagai titisan dewa, sehingga legitimasi kekuasaan raja sangat kuat. Ketaatan kepada raja dihayati sebagai ketaatan kepada dewa. Oleh karena itu, pemberontakan terhadap raja adalah hal yang tabu atau tidak mungkin dilakukan. Keyakinan ini bertahan hingga datangnya pengaruh Islam. Oleh karena itu, orang mungkin berharap bahwa sistem kepercayaan kuno ini membuka jalan bagi Islamisasi. Konversi agama penguasa setempat memfasilitasi kompleks pemakaman Sultan Suriansyah dari Banjar. Dari Kesultanan Banjarlah, Islam dibawa ke sebagian besar Kalimantan. Sumber: Jurusan Sejarah dan Nilai Budaya, 2010.

Baca Juga  Hitunglah Volume Kubus Di Bawah Ini

239 Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia – Jilid 1 secara kuantitatif mempercepat masuknya Islam. Sejarah Melayu, seperti dikutip Milner, menginformasikan bahwa Sultan Muhammad Syah, Raja Malaka, “adalah orang pertama yang masuk Islam di Malaka dan kemudian memerintahkan semua rakyatnya, baik kelas bawah maupun elit, untuk pergi ke Islam untuk masuk Islam. .”48 Di Buton, Halu Oleu atau timbangan raja ke-6 Kerajaan Buton masuk Islam pada tahun 1538 dan menyandang gelar ulul amri wa qa’imuddin (pelaksana pemerintahan dan keagamaan). Setelah dia masuk Islam, rakyatnya mengikuti pada saat yang sama. Alauddin masuk Islam pada 1605 dan mengubah Gowa menjadi kerajaan Islam di mana ia menjadi sultan pertama. Setelah menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaannya, Alauddin mengubah masyarakat dengan memerintahkan seluruh rakyatnya untuk masuk Islam. Setelah rakyatnya masuk Islam, Sultan Alauddin pun mendesak kerajaan-kerajaan tetangga Bone, Soppeng, dan Wajo untuk bersatu dan memeluk Islam, dengan harapan kekuasaan perusahaan Belanda akan meluas hingga perairan Maluku. 49 Masuknya Islam ke kerajaan Banjar Kalimantan Selatan dibawa oleh Demak saat Majapahit sedang mengalami kemunduran. Raja yang terkenal adalah Sultan Suriansyah, Sultan pertama yang sebelumnya bernama Pangeran Daha. Ia adalah tokoh terpenting dalam sejarah Kalimantan karena melalui keislamannya para pembesar dan rakyat Kesultanan Banjar masuk Islam. Penguasaan Banjar meliputi wilayah Sambas, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Batanglawai, Medawi, Landak, Mendawai, Pulau Laut, Kutai Pasir dan Berau.50 Dalam Hikayat Tallo dikabarkan bahwa Islam dibawa ke Makassar oleh Sultan Abdullah melalui Tallo51 dan nanti

Cara melepaskan diri dari perselingkuhan, perjuangan rakyat indonesia melawan penjajah, perjuangan pattimura melawan penjajah, perjuangan indonesia melawan penjajah, perjuangan soekarno melawan penjajah, cara melepaskan diri dari lilitan hutang, perjuangan melawan penjajah, cara melepaskan diri dari hutang, proses penyesuaian diri terhadap lingkungan disebut, cara melepaskan diri dari santet, perjuangan bangsa indonesia melawan penjajah, cara melepaskan diri dari pelet