Sistem Cultuurstelsel Disebut Juga Dengan Istilah – Artikel ini memerlukan referensi tambahan untuk menjamin kualitasnya. Mohon bantu kami menyempurnakan artikel ini dengan menambahkan referensi ke sumber terpercaya. Pernyataan yang tidak bersumber dapat ditentang dan dihapus. Temukan sumber: “Cultuurstelsel” – berita · surat kabar · buku · akademik · JSTOR (Januari 2022)

Cultuurstelsel (harfiah: Sistem Tanam Paksa atau Sistem Tanam Paksa), yang oleh para sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa Wajib, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830, yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20 %). penanaman bahan baku.ekspor terutama teh, kopi dan coklat. Hasil panen tersebut akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga tetap dan hasil panennya akan diserahkan kepada pemerintah kolonial. Masyarakat yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) di perkebunan negara, yang merupakan semacam pajak.

Sistem Cultuurstelsel Disebut Juga Dengan Istilah

Dalam praktiknya, peraturan ini bisa dianggap tidak ada artinya, karena seluruh areal pertanian harus ditanami tanaman yang bisa diekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah Belanda. Area yang digunakan untuk praktik Cultuurstelstel masih dikenakan pajak. Penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian harus menggarap lahan pertanian sepanjang tahun.

Petani & Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia

Tanam paksa adalah periode eksploitasi praktik ekonomi terbesar di Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibandingkan dengan sistem monopoli VOC karena bertujuan untuk menghasilkan pendapatan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Para petani yang pada masa VOC terpaksa menjual produk tertentu kepada VOC, kini terpaksa menanam tanaman tertentu dan selanjutnya menjualnya kepada pemerintah dengan harga tertentu. Produk pertanian wajib inilah yang memberikan kontribusi besar terhadap modal pada masa keemasan kolonialisme liberal di Hindia Belanda, pada tahun 1835 hingga 1940.

Akibat sistem ini, negara Belanda menjadi makmur dan sejahtera, Van den Bosch dianugerahi gelar Graaf sebagai pionir oleh Raja Belanda pada tanggal 25 Desember 1839.

Cultuurstelsel kemudian diinterupsi oleh Undang-undang Pertanian tahun 1870 dan Undang-undang Gula tahun 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah kolonial Indonesia, setelah muncul berbagai kritik.

Baca Juga  Tentukan Nilai P

Menurut catatan seorang Eropa yang menjadi inspektur Pertanian Paksa, yaitu L. Vitalis, menyebutkan laporan awal tahun 1835, di Prianga. Mayat para petani penuh kelelahan dan kelaparan, di Tasikmalaya dan Garut. Ketika mereka ditinggal sendirian, tanpa dikuburkan, sang bupati tampak tak keberatan: “Malam hari harimau akan menyeretnya pergi”.

Sejarah Bs Kls Xi

Serangan yang dilakukan oleh pihak non-pemerintah mulai meningkat pada akhir tahun 1840-an akibat kelaparan dan kemiskinan di Groboga, Demak, Cirebon. Fenomena kelaparan ini muncul dan menjadi masalah karena pemerintah melakukan eksploitasi berlebihan terhadap masyarakat asli Jawa. Kaum humanis dan profesional liberal muncul untuk merencanakan serangan strategis mereka. Multatuli (Eduard Douwes Dekker) lahir dari bidang sastra, di bidang jurnalisme E.S.W. Di kalangan politik dipimpin oleh Roorda van Eisinga dan Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul ide kebijakan etis.

Upaya kaum liberal Belanda untuk menghapuskan penanaman paksa berhasil pada tahun 1870 dengan disahkannya Undang-Undang Pertanian Lahan Basah. Namun, tujuan yang ingin dicapai kaum liberal tidak terbatas pada penghapusan penanaman paksa. Mereka memiliki lebih banyak gol.

Gerakan liberal di Belanda dipimpin oleh pengusaha swasta. Oleh karena itu, kebebasan yang mereka perjuangkan terutama adalah kebebasan ekonomi. Kaum liberal Belanda percaya bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur dalam kegiatan ekonomi. Mereka ingin kegiatan ekonomi dikelola oleh sektor swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan infrastruktur, memberikan sanksi, dan menjamin keamanan dan ketertiban.

Undang-undang ini mengizinkan perusahaan perkebunan swasta untuk menyewa lahan yang luas hingga 75 tahun untuk menanam tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarumã (nila), atau tanaman semusim seperti tebu dan tembakau. sebagai sewa jangka pendek.

Pdf) Serba Serbi Tanam Paksa

Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria menuai kritik dari kalangan budayawan Belanda. Eduard Douwes Dekker, asisten residen di Lebak, Banten, menulis buku Max Havelaar (1860). Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli dalam bukunya. Buku ini mengisahkan penderitaan masyarakat petani di bawah tekanan penguasa Hindia Belanda.

Anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer menulis artikel berjudul Een Eereshuld yang mengungkap kemiskinan di wilayah jajahan Hindia Belanda. Artikel ini pertama kali muncul di De Gs yang terbit pada tahun 1899. Dalam bukunya, Van Deventer meminta pemerintah Belanda untuk memperhatikan penghidupan masyarakat di wilayah jajahannya. Dasar pemikiran Van Deventer kemudian menjadi Politik Etis.

Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman komoditas impor secara ekstensif di Indonesia. Kopi dan teh yang semula dibudidayakan hanya untuk mempercantik taman, mulai banyak berkembang. Tanaman tebu asli juga menjadi populer; Pada awal era VOC, perkebunan hanya sebatas tanaman penghasil rempah-rempah “tradisional” seperti lada, pala, dan cengkeh. Pentingnya peningkatan pendapatan dan bencana kelaparan yang melanda Pulau Jawa akibat menurunnya produksi padi meningkatkan kesadaran pemerintah kolonial akan perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil produk pertanian dan secara umum meningkatkan kesejahteraan penduduk. masyarakat melalui pertanian. . Namun kegiatan penelitian pertanian mendapat perhatian serius setelah berlakunya Undang-Undang Pertanian tahun 1870.

Baca Juga  Berikut Kemasan Yang Fleksibel Sebelum Kemasan Lain Ditemukan Adalah

Dalam sosial kemasyarakatan, khususnya struktur pertanian, tidak ada perbedaan antara pengusaha yang berprofesi sebagai budak dan petani kecil, namun terdapat homogenitas sosial dan ekonomi yang berlandaskan pada asas kesetaraan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dengan kotanya semakin kuat, sehingga sangat merugikan perkembangan kota. Hal ini dikarenakan warga lebih memilih tinggal di desanya sehingga mengakibatkan keterlambatan dan kurangnya pengetahuan terhadap perkembangan kehidupan warga.

Sistem Cultuurstelsel Disebut Juga Dengan Istilah

Dengan tanam paksa, para pekerja menemukan sistem penggajian yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat dan mengutamakan sistem kerja sama dan gotong royong, terutama terlihat di kota-kota pelabuhan dan pabrik gula. Dengan diperkenalkannya penanaman paksa, penduduk desa terpaksa menyerahkan sebagian lahan pertanian mereka untuk menanam tanaman ekspor, sehingga memaksa penduduk untuk menyewa sebagian besar tanah milik pemerintah kolonial. Dengan cara ini, produksi tanaman ekspor akan meningkat dan perkebunan swasta akan tergoda untuk menguasai pertanian Indonesia di masa depan.

Akibat lain dari penanaman paksa ini adalah munculnya “corporate work”, yaitu kerja paksa terhadap penduduk tanpa upah yang layak, sehingga menyebabkan pekerja semakin menderita. Pekerjaan kolonial pemerintah kolonial berupa pembangunan; jalan, jembatan, waduk, akomodasi pejabat pemerintah kolonial, dan benteng bagi tentara kolonial. Selain itu, penduduk desa setempat harus memelihara dan merawat gedung-gedung pemerintah, piagam, barang-barang, dan lain-lain. Dengan cara ini, penduduk dimobilisasi untuk melakukan berbagai pekerjaan demi kepentingan pribadi pejabat kolonial dan pemimpin desa. (Perpustakaan Universitas Leiden)

) adalah periode paling menyakitkan dalam sejarah negara tersebut. Masyarakat biasa diperas seperti sapi perah. Mereka kehabisan tenaga. Juga kekayaannya. Belanda juga mengambil keuntungan. Namun Belanda tidak bekerja sendiri. Elit bumiputra pun ikut menyukseskan penanaman paksa. Bos kota, salah satunya. Mereka terlibat memeras keringat orang. Mantranya berhasil. Sebab, tanpa misinya, penanaman paksa ibarat proyek gagal.

Bumi Nusantara mempunyai potensi kekayaan alam. Orang Belanda selalu mengaguminya. Apalagi rempah-rempah memiliki harga yang tinggi di pasar dunia. Namun itu dulu, ketika perusahaan dagang Belanda, VOC, masih ada. Kekuasaan pemerintah Hindia Belanda berbeda dengan pendahulunya.

Mengenal Bayang, “serambi Mekah” Pantai Barat Sumatera (3): Bayang, Pusat Pergerakan Dan Perlawanan Rakyat

Para penguasa sejatinya melihat nusantara sebagai kebun subur yang siap ditanami produk ekspor. Visi tersebut kemudian menginspirasi Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch (1830-1833) untuk mengembangkan strategi fiskalnya pada tahun 1830. Sistem Tanam Paksa, namanya. Di surat kabar itu, kata pemimpin Hindia Belanda

Baca Juga  1 Sampai 20 Bahasa Inggris

Malah, alih-alih mencapai kesejahteraan, mereka malah menipu penduduk pribumi. Belanda menghapuskan pajak tanah tetapi memaksa penduduk lokal bercocok tanam untuk diekspor. Ini termasuk tebu, kopi, biji-bijian, kayu manis, kehutanan, rami, nila, peternakan, nopal,

Seperti yang diperkirakan, hasil dari Sistem Tanam Paksa sangat bagus. Belanda seperti angin. Keunggulan sistem tanam wajib bisa membuat Belanda menjadi negara yang sangat kaya. Utang Belanda telah terbayar. Ada manfaat lain yang bisa membantu Belanda membangun negaranya. Belanda membangun banyak hal. Mulai dari jalan raya, kereta api, pelabuhan hingga kawasan industri.

“Pendapatan ini menstabilkan perekonomian Belanda dan semua utang bisa dilunasi, pajak dikurangi, beberapa benteng dibangun. Selanjutnya, beberapa kanal dan kereta api milik negara dibangun di seluruh Belanda.” petani jawa”.

Lk 1 Modul 1 Profesional_ppg_dessy

“Bagi pemerintah Hindia Belanda, Cuulturstelsel tentu sangat menguntungkan, tidak hanya dari segi finansial, tapi juga dari segi stabilitas politik. Para petinggi bernama Pnyayi dan para elite istana juga mendapat keuntungan besar, sehingga bahwa saat ini mereka telah tunduk sepenuhnya kepada Belanda dan hampir tidak ada pemberontakan besar yang muncul saat itu,” tulis Benny G. Setiono dalam buku tersebut.

Keberhasilan Belanda melakukan tanam paksa tidak lepas dari ajakan bekerja sama dengan elitenya sendiri. Pejabat bumiputra (priyayi) sengaja ikut menghalangi keberhasilan lahan paksa. Keterlibatan kepala desa menjadi salah satu kuncinya.

Peran kepala desa sangatlah penting. Hal ini menjadi fokus utama intervensi Belanda terhadap rakyat jelata. Penunjukan itu berhasil. Kepala desa dapat berperan penuh dalam memastikan petani memenuhi kewajibannya menanam tanaman ekspor sesuai perintah Belanda.

Penghasilan bos kota ini tidak main-main. Bahkan, penghasilan tersebut memungkinkan kepala desa mempunyai istri lebih dari satu. Sebab, pendapatannya berasal dari sewa tanah dan uang bulanan untuk mengabdi pada Belanda.

Cultuurstelsel Adalah Sistem Tanam Paksa, Ini Sejarah Dan Kebijakannya

“Mereka yang ingin mengubah orientasi ekonomi masyarakat pra-kapitalis (dari pemuasan kebutuhan sendiri) menjadi fokus pada pasar dengan menggunakan peralatan canggih dan manajemen produksi, tidak akan berhasil.”

“Perubahan orientasi ekonomi hanya dirasakan oleh RT dan tokoh desa. Peran bupati dan kepala desa

Zakat mal disebut juga dengan, batu ginjal disebut juga dengan, penyakit darah tinggi disebut juga dengan istilah, zakat fitrah disebut juga dengan istilah zakat, program komputer disebut juga dengan istilah, tekanan darah tinggi disebut juga dengan istilah, kanker darah disebut juga dengan, perangkat lunak komputer disebut juga dengan istilah, sistem pendingin menggunakan cairan radiator disebut juga dengan istilah, perangkat keras komputer disebut juga dengan istilah, pembangkit listrik energi surya sering disebut juga dengan istilah, penyakit radang lambung disebut juga dengan istilah