Muhammad Bin Ali Menjadikan Al Humaymah Sebagai Pusat – Dinasti yang memerintah negara (negara) Islam pada masa Islam klasik dan pertengahan (750–1258) disebut Dinasti Abbasiyah atau Dinasti Abbasiyah. Masa keemasan Islam mencapai masa Abbasiyah. Negara ini disebut Abbasiyah karena didirikan oleh keturunan al-Abbas (paman Nabi SAW), khususnya Abu Abbas as-Saffah.

Kerajaan Abbasiyah merupakan negara penerus kekuasaan Kerajaan Bani Umayyah. Sejarah kekuasaan Dinasti Abbasiyah dimulai ketika Bani Hasyim menuntut agar kepemimpinan Islam ada di tangan mereka karena mereka merupakan keluarga terdekat Nabi SAW. Klaim ini sebenarnya sudah ada sejak lama, namun baru menjadi gerakan ketika Bani Umayyah naik takhta dengan mengalahkan Ali bin Abi Thalib dan bekerja keras melawan Bani Hasyim.

Muhammad Bin Ali Menjadikan Al Humaymah Sebagai Pusat

Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz (717-720) menjadi Khalifah Kerajaan Bani Umayyah. Umar benar. Perdamaian dan negara memberikan kesempatan kepada gerakan Abbasiyah untuk mengorganisir dan merencanakan gerakannya yang berpusat di al-Humaymah. Penguasa saat itu adalah Ali bin Abdullah bin Abbas, seorang petapa. Ia kemudian digantikan oleh putranya Muhammad, yang memperluas gerakan tersebut. Beliau menetapkan tiga kota sebagai pusat pergerakan, yaitu al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan pengorganisasian. Kufah sebagai kota penghubung dan Khurasan sebagai pusat pergerakan praktis. Muhammad wafat pada tahun 125 H/743 M. dan digantikan oleh putranya Ibrahim al-Imam. Seorang lelaki kuat dari Khurasan bernama Abu Muslim al-Khurasani terpilih menjadi pejuang. Abu Muslim berhasil merebut Khurasan dan kemudian kemenangan demi kemenangan pun menyusul. Pada awal tahun 132 H/749 M, Ibrahim al-Imam ditangkap oleh pemerintahan Bani Umayyah dan dipenjarakan hingga meninggal dunia. Ia digantikan oleh saudaranya Abu Abbas. Tak lama kemudian, dua pasukan, Abbasiyah dan Umayyah, bertempur di dekat hulu Sungai Zab. Bani Abbas menang dalam pertempuran ini dan pasukannya langsung menuju ke tanah Syam (Suriah); di sini dia bisa mendominasi kota demi kota.

Modul Bimbel 2019

Tahun kemenangan (132 H/750 M) menjadi tahun pertama berdirinya Kesultanan Abbasiyah. Khalifah pertama adalah Abu Abbas as-Saffah. Pemerintahan ini berlangsung hingga tahun 656 H/1258 M. Merupakan periode yang panjang dengan perubahan pola pemerintahan sesuai dengan perubahan politik, sosial, budaya dan monarki. Berdasarkan perbedaan pola politik dan perubahannya, para sejarawan biasanya membagi masa Kesultanan Abbasiyah menjadi lima periode.

Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M). Meskipun Abu Abbas adalah pendiri negara ini, namun masa pemerintahannya hanya singkat (750-754). Pembangun sebenarnya negara ini adalah Abu Ja’far al-Mansur. Ia dengan sengit menghadapi lawan-lawannya dari kalangan Bani Umayyah, Khawari, dan juga Syi’ah, yang merasa mulai terguling dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, ia menyingkirkan satu demi satu tokoh-tokoh besar pada masanya yang bisa menjadi pesaingnya. Abdullah bin Ali dan Salih bin Ali yang keduanya merupakan pamannya sendiri yang diangkat menjadi gubernur oleh khalifah Suriah dan Mesir sebelumnya, akhirnya tewas di tangan Abu Muslim al-Khurasani karena tidak bersedia memberikan kesetiaan kepadanya. . Abu Muslim sendiri karena takut menjadi saingannya, akhirnya dibunuh oleh khalifah pada tahun 755.

Baca Juga  Gambar Tersebut Adalah Batik Yang Berasal Dari

Untuk lebih memperkuat dan menjaga keamanan negara yang baru berdirinya, al-Mansur memindahkan ibu kota dari al-Hasyimiyah, dekat Kufah, ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, pada tahun 767. Di sana ia memerintahkan pemerintahannya dengan menunjuk pejabat-pejabat yang duduk di sana. pada dewan eksekutif dan yudikatif. Dalam dewan eksekutif ia menunjuk seorang wazir (menteri) sebagai koordinator departemen; selain mengembangkan angkatan bersenjata, ia juga membentuk dewan protokol nasional, sekretaris negara, dan kepolisian nasional. Ia mengangkat Muhammad bin Abdurrahman sebagai hakim peradilan nasional. Kantor pos yang sudah ada sejak masa Bani Umayyah ini tetap menjalankan tugas lain selain mengantarkan surat dan juga mengumpulkan segala informasi dari daerah agar penyelenggaraan pemerintahan nasional dapat berjalan dengan lancar. Kepala kantor pos juga bertanggung jawab melaporkan kegiatan gubernur setempat kepada khalifah.

Jabatan wazir, yang menggabungkan beberapa fungsi perdana menteri dengan fungsi menteri dalam negeri, telah dipegang selama lebih dari 50 tahun oleh keluarga Baramikah atau Barmak, sebuah keluarga terkemuka dari Balkh di Persia (Iran). Wazir pertama adalah Khalid bin Barmak, yang kemudian digantikan oleh putranya Yahya bin Khalid. Ia kemudian mengangkat salah satu putranya, Ja’far bin Yahya, sebagai wazir muda. Adapun putranya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan. Permasalahan ketatanegaraan pada masa itu sebagian besar diselesaikan oleh keluarga Persia. Masuknya keluarga non-Arab ini ke dalam pemerintahan merupakan ciri pembeda antara Kesultanan Abbasiyah dan Kesultanan Umayyah yang berorientasi Arab.

Bab I. Strategi Uambn 2015

Khalifah al-Mansur juga berusaha merebut kembali wilayah yang sebelumnya ia coba bebaskan dan membangun perdamaian di wilayah perbatasan. Usahanya meliputi penaklukan benteng-bentengnya di Asia, kota Malatia, provinsi Coppadocia, dan Sisilia pada tahun 756–758. Di utara, pasukannya melintasi Pegunungan Taurus dan mendekati Bosphorus, berdamai dengan Kaisar Constantine V. Selama gencatan senjata (758–765), Byzantium membayar upeti tahunan. Pasukannya juga menghadapi tentara Turki Khazaria di Kaukasus, Daylam di Laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus, dan India.

Baca Juga  Aktualisasi Adalah

Seiring berjalannya waktu, konsep khilafah mengalami perubahan. Beliau bersabda, “Innama ana sultan Allah fi ardihi” (Sesungguhnya akulah penguasa Allah di muka bumi-Nya). Dengan demikian, kedudukan khalifah menurut pendapatnya dan kelanjutannya kepada generasi setelahnya merupakan amanah dari Allah SWT dan bukan dari umat dan bukan sekedar kelanjutan setelah wafatnya Nabi SAW seperti pada masa al-Khulafa ar- Rasyidin. (sebutan untuk empat khalifah sepeninggal Nabi SAW yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali). Lebih jauh lagi, berbeda dengan Dinasti Bani Umayyah, khalifah Abbasiyah menggunakan “gelar takhta”. Misalnya Al-Mansur menggunakan gelar singgasana “Abu Ja’far”. “Gelar takhta” lebih populer daripada nama sebenarnya.

Jika fondasi kekuasaan Kesultanan Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas as-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak emas dinasti ini berada pada masa ketujuh khalifah sebelumnya, yaitu dimulai pada masa khalifah. Al. . -Mahdi (775-785) hingga Khalifah al-Wasiqa (842-847). Puncak popularitas dinasti ini berada pada masa khalifah Harun ar-Rasyid (786-809) dan putranya al-Ma’mun (813-833).

Pemerintahan ini lebih menekankan membangun peradaban dan budaya Islam dibandingkan memperluas wilayah yang luas. Orientasi terhadap perkembangan peradaban dan kebudayaan menjadi salah satu ciri pembeda antara Dinasti Abbasiyah dengan Dinasti Bani Umayyah yang lebih mementingkan pemekaran wilayah. Akibatnya, beberapa provinsi terpencil mulai lepas dari cengkeramannya. Hal ini dapat terjadi melalui salah satu dari dua cara berikut: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin pemberontakan yang berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti pada Dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol) dan Idrisiyah (Bani Idris) di Maroko; dan kedua, masyarakat yang diangkat oleh khalifah sebagai gubernur menjadi sangat berkuasa, seperti Dinasti Aghlabiyah (Bani Taghlib) di Tunisia dan Dinasti Tahiriyah di Khurasan.

Al Azhar Masjid.jpg

Pada masa al-Mahdi, perekonomian tumbuh. Irigasi yang dikembangkan menggandakan hasil pertanian dari sebelumnya. Pertambangan dan sumber daya alam meningkat, begitu pula perdagangan internasional di timur dan barat. Basrah telah menjadi pelabuhan transit penting dengan fasilitas lengkap.

Tingkat kemakmuran tertinggi terjadi pada masa Harun ar-Rasyid. Pekerjaan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya, serta sastra ada pada masanya. Saat ini ISIS telah memantapkan dirinya sebagai negara yang paling kuat tiada bandingannya.

Khalifah al-Ma’mun unggul dalam gerakan intelektual dan ilmiah dengan menerjemahkan buku-buku dari bahasa Yunani. Filsafat rasional Yunani mengarahkan para khalifah untuk mempengaruhi dan mengadopsi teologi rasional Muktazilah sebagai teologi negara.

Al-Mu’tasim, khalifah berikutnya (833–842), memberikan peluang besar bagi Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Kesultanan Abbasiyah mengubah tatanan tersebut. Praktik Muslim berhenti setelah perang. Tentara kemudian terdiri dari tentara profesional Turki. Kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Alhasil, ia menjadi begitu dominan hingga khalifah-khalifah berikutnya menjadi sangat berpengaruh atau menjadi boneka di tangannya. Khalifah al-Wasiq (842-847) berusaha melepaskan diri dari kekuasaan militer Turki dengan memindahkan ibu kota ke Samarra, namun upaya tersebut tidak mengurangi kekuasaan Turki.

Baca Juga  Gabungan Dari Beberapa Gerak Dasar Disebut

Draf Soal Pas Mgmp Ganjil 21

Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Abbasiyah mencapai masa depan pada periode pertama. Pertama, munculnya asimilasi pada masa Dinasti Abbasiyah. Partisipasi unsur non-Arab (khususnya Persia) dalam pembangunan peradaban Islam membawa kemajuan di banyak bidang. Kedua, kearifan Dinasti Abbasiyah yang sesungguhnya lebih berorientasi pada pengembangan peradaban dibandingkan perluasan wilayah kekuasaan. Kebudayaan Persia telah lama memperkaya khazanah peradaban Islam dengan tradisi ilmu pengetahuan dan pemerintahan. Banyak penulis Persia yang memelopori pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, seperti Abu Hanifah di bidang hukum Islam, Sibawaih di bidang tata bahasa, dan al-Kisa’i di bidang qiraah (membaca Al-Qur’an). Banyak orang yang memelopori perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat dan sastra.

Kebudayaan India juga memperkaya khazanah peradaban Islam dengan masuknya ilmu kedokteran, astrologi dan matematika ke Bagdad. Yang paling mempengaruhi perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa Bani Abbasiyah adalah unsur kebudayaan Yunani.

Unsur kebudayaan Yunani ini sebenarnya mempunyai pengaruh sejak lama di wilayah-wilayah yang menjadi bagian wilayah Islam saat itu. Kota Jundishapur, Harran, Antakya dan Alexandria merupakan pusat peradaban dan pemikiran Yunani sebelum Islam menguasai kota tersebut. Setelah kota ini berada di bawah kekuasaan Islam, tradisi ilmiah sebelumnya tetap hidup, meskipun kegiatan penerjemahan didorong, masing-masing pusat peradaban Yunani memberikan keistimewaan bagi peradaban Islam; Jundishapur di bidang kedokteran, Alexandria dan Antakya di bidang filsafat, dan Harran di bidang matematika dan astronomi. Semua itu berkembang melalui sarana-sarana yang diberikan oleh kebudayaan Arab, yaitu agama dan bahasa.

Perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat setelah para khalifah mendirikan lembaga-lembaga yang sesuai yaitu perpustakaan, yang terbesar diantaranya adalah Rumah Hikmah dan Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan mencapai puncaknya pada masa Khalifah al-Ma’mun. . Perpustakaan ini lebih mirip universitas yang terdapat buku-buku lengkap. Orang-orang datang ke perpustakaan untuk membaca, menulis, dan belajar. Selain itu, perpustakaan ini juga berfungsi sebagai kantor penerjemahan khususnya karya-karya di bidang kedokteran, filsafat, matematika, kimia, astronomi, dan ilmu pengetahuan alam. Buku

Makalah Dinasti Abbasyiah

Habib husein bin ali al athos, imam ahmad bin ali al buni, ahmad bin ali al ajmi, al hasan bin ali, habib soleh bin ali al attas, habib ali bin husein al attas, maulid diba habib abdullah bin ali al athos, habib alwi bin ali al habsyi, ali bin ibrahim al naimi, habib ali bin muhammad al habsyi simtudduror, salman bin ali al utaybi, habib ali bin yahya al habsyi